Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Perawatan Pasien Sesuai Kewaspadaan Transmisi Infeksi

Meningkatnya kasus infeksi (new emerging, emerging & re-emerging disease), wabah maupun kejadian luar biasa membuat fasilitas pemberi layanan kesehatan, salah satunya rumah sakit wajib memberikan pelayanan yang bermutu, akuntabel, transparan terhadap masyarakat, khususnya terhadap jaminan keselamatan pasien atau patient safety. Rekomendasi upaya untuk menekan kejadian infeksi akibat pelayanan di rumah sakit secara konsisten ini mengacu pada PMK 27 Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bertujuan untuk menurunkan angka infeksi atau Healthcare Associated Infections (HAIs), memutuskan rantai penularan di fasilitas pelayanan kesehatan, serta mencegah terjadinya mikroba Multi Drug Resistant (MDR).  Dalam lingkup rumah sakit, Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) berperan untuk meningkatkan mutu layanan dengan melakukan kajian manajemen resiko, good clinical governance serta memastikan terjaminnya kesehatan dan keselamatan kerja bagi civitas hospitalia.

Rumah sakit menjadi salah satu sumber infeksi terbesar dalam dunia kesehatan, dimana infeksi dapat berasal dari pasien, petugas, maupun pengunjung dengan obyek yang terkontaminasi berupa darah, saliva, sputum, cairan nasal, cairan dari luka, urin dan eksresi. Guna menekan terjadinya infeksi, ada baiknya kita meningkatkan kewaspadaan isolasi (isolation precautions) yang merupakan kombinasi dari kewaspadaan standar (standard precautions) dan kewaspadaan berbasis transmisi (transmission-based precautions). Kewaspadaan standar merupakan gabungan dari kewaspadaan universal (universal precautions) dan isolasi tubuh (body substance isolation) yang berlaku untuk semua pasien. Kewaspadaan standar yang wajib dipersiapkan oleh pihak rumah sakit untuk mencegah terjadinya infeksi antara lain dengan menjaga kebersihan tangan; menggunakan Alat Perlindungan Diri (APD) berupa sarung tangan, masker, goggle, face shield, maupun gaun; sterilisasi peralatan perawatan pasien; pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen; memberikan perlindungan dan kesehatan karyawan; penempatan pasien sesuai kebutuhan; hygiene respirasi/etika batuk; praktek menyuntik aman; serta praktek pencegahan infeksi untuk prosedur lumbal pungsi.

Berbeda dengan kewaspadaan standar, kewaspadaan berbasis transmisi merupakan kewaspadaan terhadap pasien rawat inap dengan tanda infeksi baru yang ditentukan berdasar kriteria klinis dan epidemiologis sebelum hasil laboratorium mengkonfirmasi diagnosis. Kewaspadaan berdasar transmisi dibagi menjadi 3, yaitu kewaspadaan kontak (contact), kewaspadaan percikan (droplet) dan kewaspadaan udara (airborne). Kewaspadaan transmisi melalui kontak bertujuan menurunkan risiko timbulnya HAIs karena kontak langsung atau tidak langsung, misalnya kontak langsung dengan permukaan kulit yang terbuka dengan kulit terinfeksi atau kolonisasi maupun kontak tidak langsung berupa kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci atau benda di sekitar pasien. Untuk menekan infeksi, hindari menyentuh permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan perawatan pasien. Sedangkan jenis kewaspadaan transmisi melalui percikan dilakukan dengan menempatkan pasien di ruang rawat terpisah untuk membatasi terjadinya kontaminasi serta bila diperlukan, setiap kali keluar ruangan, pasien diberi respirasi dan etika batuk. Pada tingkat kewaspadaan transmisi melalui udara, perlu dilakukan cuci tangan (hand hygiene) sebelum menggunakan APD serta bagi pasien diberikan masker bedah dan masker N95 bagi petugas.

Adapun beberapa kunci kewaspadaan berbasis transmisi yang perlu kita perhatikan antara lain pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien dan ventilasi mekanis dalam satu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih; penempatan pasien TB yang belum dapat OAT harus dipisahkan dari pasien lain, sedang pasien yang telah dapat terapi OAT secara efektif berdasar analisis resiko tidak berpotensi menularkan TB baru dapat dicampur; memberikan peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD penting dicantumkan di pintu ruangan serta ruang rawat untuk TB/TBRO sebaiknya menggunakan ruangan bertekanan negatif. Jika belum mampu, maka rumah sakit harus mampu menyediakan ruang dengan ventilasi memadai minimal dengan pertukaran udara 12 kali / jam atau 12 airchanges per hour yang diukur menggunakan vaneo meter sesuai dengan rekomendasi WHO.

 

Kontributor :

Sri Purwaningsih, S.Kep. Ners, MSc

Komite PPI RSUP Dr. Sardjito

 

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.