Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Menghadapi Masa Pra Remaja Pada Anak

Saat ini banyak sekali keluhan dari orang tua yang anaknya sedang memasuki masa pra remaja. Bagi para orang tua, tentulah sudah melalui masa pra remaja. Namun hal tersebut tidak menjamin para orang tua bisa dengan mudah menghadapi anak pra remaja. Lalu, apa yang disebut masa pra remaja?

Pra remaja adalah usia diantara 10 sampai dengan 14 tahun yang merupakan peralihan dari masa anak- anak menuju tahapan sebelum dewasa. Pada masa ini banyak perubahan yang dialami oleh anak, baik perubahan fisik maupun psikis. Perubahan fisik dipengaruhi oleh hormon di dalam tubuh sehingga membuat anak mengalami perkembangan yang sangat pesat dari bentuk tubuh, biologis, dan lain-lain. Sedangkan hormon-hormon yg ada di dalam tubuh anak juga menyebabkan perubahan yang sangat besar pada psikis anak.

Masalah yang paling sering muncul adalah perbedaan persepsi antara anak dan orang tua. Persepsi orang tua, anak pra remaja sama dengan masa kanak-kanak, dimana anak harus selalu mengikuti keinginan orang tua, anak manis yang penurut, belum bisa buat keputusan, masih harus diarahkan, dan lain-lain. Namun berbeda dengan persepsi anak pra remaja, mereka merasa bahwa mereka bukan anak kecil lagi yang harus terus dipaksa mengikuti aturan, mereka punya pendirian dan ingin diakui sebagai orang dewasa. Selain perbedaan persepsi antara orang tua dan anak, pada masa pra remaja juga ditandai dengan emosi yang sangat labil, perubahan mood yang cepat, keinginan memberontak, menolak aturan, interaksi dengan orang tua mulai berkurang, mulai merasa malu jika dipeluk dan dicium orang tua di depan teman-temannya, serta  ada keinginan untuk mendorong batasan yang selama ini ditetapkan oleh orang tua. Problem di sekolah biasanya mulai ada pengaruh peer group (kelompok teman sebaya), adanya ketakutan ditolak jika tidak bisa mengikuti keinginan peer group, suka tantangan dan butuh pengakuan.

Anak-anak kita dihadapkan dengan perubahan teknologi yang pesat sehingga pengaruh gadget dan interaksi dengan teman-temannya di media sosial juga dapat memperburuk keadaan jika tidak digunakan dengan benar. Sayangnya, anak pra remaja tidak menyadari bahwa mereka sebetulnya membutuhkan orang tua untuk menghadapi semua perubahan ini karena mereka beranggapan mereka sudah mulai dewasa dimana peran peer group mereka jauh lebih penting. Dalam menghadapi hal ini orang tua harus cerdik dalam berdamai dengan anak-anak kita. Ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menghadapi anak pra remaja, di antaranya menanamkan ajaran agama pada anak dengan menjelaskan apa yang diperbolehkan dan dilarang menurut ajaran agama karena hal tersebut merupakan dasar (fondasi) yang paling kuat dalam pembentukan karakter anak dan merupakan pendidikan moral di masa depan anak. Selain itu, orang tua harus mampu menjadi sumber informasi pertama dan utama bagi anak terkait dalam hal apapun, terutama tentang pubertas. Jika orang tua tidak mampu memberikan informasi yang tepat, maka anak akan bertanya dengan teman-temannya dan belum tentu menjamin ia akan mendapatkan informasi yang benar dan tepat.

Belajar memahami suatu masalah dari sudut pandang anak juga penting dilakukan. Orang tua harus mulai menganalisis mengapa dia membangkang, marah, apa yang menyebabkan dia tidak mau mendengarkan orang tua, dan lain-lain. Dalam hal ini, sebagai orang tua kita harus belajar menjadi pendengar, belajar sabar dan menahan emosi dalam upaya menggali apa yang sebetulnya dibutuhkan oleh anak. Selain itu, ornag tua harus berusaha menjadi sahabat terbaik bagi anak, menjadi orang yang dapat dipercaya, membuat anak merasa nyaman, aman, dan senang saat berada di dekat orang tua. Orang tua juga harus bisa masuk dalam peer group mereka dengan mengenal teman-temannya, mengikuti aktivitas mereka, sehingga anak merasa orang tua dapat  memahaminya  dan anak akan merasa nyaman bercerita apapun dengan orang tuanya.

Menghadapi perkembangan jaman yang semakin pesat, orang tua juga harus turut mengontrol penggunaan gadget pada anak, memperhatikan apa yang anak tonton, mengintip grup Whatsapp, Facebook, Instagram, Twitter denganmenjadi pengikut/ followernya untuk memantau anak. Selain itu, orang tua dapat membuat perjanjian (kompromi) serta aturan-aturan yang dibuat bersama dalam penggunaan gadget, apa yang boleh dishare, info apa yang harus disembunyikan, situs apa yg boleh / tidak dibuka, waktu penggunaan gadget, dan lain-lain serta konsekuensi yang harus diterima jika melanggar kesepakatan.Ketika anak melakukan kesalahan, orang tua jangan menghakimi, namun cobalah untuk mengajak anak berpikir dan menawarkan beberapa alternatif solusi, serta biarkan anak yang membuat keputusan dari alternatif solusi yang kita berikan. Hal yang terpenting dari semua adalah orang tua harus belajar untuk percaya kepada anak dan menanamkan nilai-nilai kejujuran.

Kontributor :

Agus Fitria, S. Psi, Psikolog

Bagian SDM RSUP Dr. Sardjito

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.