Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

HEMOVIGILANCE: Sudahkah RS Kita Melakukan?

Transfusi darah merupakan terapi penunjang yang diberikan kepada pasien yang membutuhkan untuk mengganti atau meningkatkan salah satu atau beberapa komponen darah. Tindakan ini merupakan rangkaian proses yang panjang sejak dilakukan penjaringan donor, pengambilan darah donor, pengolahan komponen, penyimpanan darah, pemeriksaan pretransfusi, pemberian transfusi kepada pasien, sampai dengan pemantauan transfusi. Transfusi darah memiliki berbagai risiko di samping banyak manfaat yang didapatkan. Hasil penelitian menunjukkan adanya 16% kesalahan transfusi terjadi secara bedside pada kategori IBCT(Incorrect Blood Component Transfused). Selama ini angka kejadian efek samping transfusi di Indonesia belum diketahui dengan pasti. Padahal informasi terkait hal ini sangat dibutuhkan dalam rangka keselamatan pasien. Hal inilah yang mendasari pentingnya pelaksanaan jejaring hemovigilace.

Istilah hemovigilance dikenal sejak tahun 1990an di Perancis, berasal dari bahasa Latin “haema” berarti darah dan “vigilans” yang berarti memberikan perhatian khusus. Hemovigilance telah umum dilaksanakan di negara berkembang, meskipun secara teknis masih tertinggal dibanding negara-negara seperti Jepang, Perancis dan Inggris. Hemovigilance merupakan bagian integral dari program keselamatan pasien. Hemovigilance memiliki variasi dalam pemaknaannya, tetapi secara umum didefinisikan sebagai “seperangkat prosedur surveilans yang dilakukan sejak pengambilan darah donor dan komponen darah sampai dengan pemantauan pasien dengan tujuan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang efek samping yang terjadi karena penggunaan produk darah dan mencegah kejadian tersebut”.

Transfusi memiliki risiko berupa efek samping yang kurang dapat digambarkan oleh laporan yang tersedia. Efek samping adalah segala sesuatu yang terjadi pada tahapan transfusi yang dapat menimbulkan kematian atau membahayakan nyawa donor atau pasien, menimbulkan penambahan waktu rawat di rumah sakit atau kecacatan. Efek samping transfusi yang mendatangkan kecacatan dan atau kematian seorang pasien dinamakan reaksi transfusi, sedangkan bila mengenai donor dinamakan komplikasi. Sistem hemovigilance ditujukan untuk mengenali, melaporkan, menganalisis dan melakukan tindak lanjut atas efek samping transfusi. Informasi hemovigilance akan dapat berperan dalam meningkatkan keselamatan pasien dengan cara menyediakan saran tentang tindakan pencegahan, memberikan peringatan kepada rumah sakit tentang adanya risiko efek samping penggunaan darah, menyusun kebijakan, serta mengembangkan standar.

Wood et al.(2014) menyatakan bahwa dalam penerapan program hemovigilance maka beberapa hal berikut harus diperhatikan, yaitu: 1)menentukan tujuan secara jelas; 2)saling berbagi baik individual, grup, maupun institusi tentang pengalaman masing-masing; 3)melakukan penyatuan sistim dengan yang sudah ada bila memungkinkan; 4)segera memulai, meskipun sistim yang ada dirasakan belum sempurna; 5)memantau dan mereview secara periodik; 6)melakukan pelaporan balik sehingga peserta akan mengerti benar kemanfaatannya; dan 7)menghilangkan stigma sumber kesalahan.

Pembentukan jejaring hemovigilance memungkinkan pengeluaran laporan rutin yang dapat dijadikan umpan balik bagi rumah sakit atau unit donor darah. Pengembangan jejaring hemovigilance akan terbantu dengan penggunaan LIS (Laboratory Information Systems). Laboratory Information Systems dapat menyajikan data terpercaya atas penggunaan komponen darah kepada pasien di suatu rumah sakit. Kesepakatan definisi secara internasional telah tersedia untuk pendataan dan surveilans komplikasi donor darah dan efek samping transfusi. Pelaporan yang tidak adekuat (under-reporting) masih menjadi masalah dalam sistem hemovigilance karena adanya variasi rentang data. Formulir pelaporan reaksi transfusi menjadi tantangan bagi sistim hemovigilance agar rumah sakit atau unit donor darah  lebih terpacu dalam pelaporan. Informasi terkait kejadian efek samping transfusi di Indonesia ini dapat digali melalui program hemovigilance. Program hemovigilance dengan jejaring di tingkat lokal, regional maupun nasional sudah saatnya untuk diimplementasikan demi peningkatan keselamatan pasien.

Kontributor :

dr. Teguh Triyono, Sp PK (K)

Unit Pelayanan Transfusi Darah RSUP Dr. Sardjito

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.