YOGAYAKARTA – Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan RI, drg. Saraswati, MPH., mengatakan, transfusi darah harus menjamin keselamatan untuk yang menerimanya, juga bagi yang melakukannya, yakni praktisi atau tenaga-tenaga lainnya yang terkait. Jika tidak dilakukan dengan baik, transfusi darah menjadi tidak menyelamatkan lagi atau tidak optimal.
Saraswati mengatakan hal tersebut, saat menjadi narasumber dalam seminar keselamatan transfusi darah di rumah sakit, yang diadakan
oleh UPTD RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta, di ruang pertemuan utama gedung diklat rumah sakit setempat, Jumat (27/9/2019).
Seminar tersebut digelar sebagai upaya meningkatkan pengetahuan terkait implementasi keselamatan transfusi di rumah sakit. Hal ini meliputi banyak hal, antara lain perlunya ada kebijakan nasional transfusi darah, aspek manajemen pelayanan darah di rumah sakit, keselamatan pasien yang meliputi prinsip dasar, implementasi, dan akreditasi. Juga reaksi transfusi, yakni deteksi awal dan manajemen reaksi transfusi, TRALI vs TACO, dan banyak lagi.
Saraswati menyatakan perlunya pemerintah membuat kebijakan terkait transfusi darah di rumah sakit yang bersifat nasional. Hal ini karena kebijakan tersebut akan lebih menjamin kemudahan akses dan mutu pelayanan transfusi.
Sebab, menurut Saraswati, di banyak daerah seperti di kawasan timur Indonesia, masyarakat masih mengalami kendala akses transfusi, sehingga peraturan atau kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah, akan mengatasi kendala-kendala tersebut.
Saraswati mencontohkan, seorang ibu yang hendak melahirkan atau operasi besar, membutuhkan transfusi, namun tidak ada akses. Jika ada akses, transfusi dilakukan tidak sesuai SOP, tidak dilakukan prospek, sehingga akhirnya transfusi justru menjadi tidak menyelamatkan.
Saraswati mengingatkan, bahwa saat ini angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tinggi dibandingkan di Asia Tenggara. Salah satu penyebab adalah perdarahan pada saat melahirkan atau sesudah melahirkan, atau bahkan terjadi keguguran, sehingga terjadi perdarahan, dan transfusi tidak bisa atau tidak tersedia.
Saraswati mengemukakan perlunya menyiapkan calon pendonor darah untuk setiap ibu hamil, misalnya empat calon pendonor darah yang eligible, atau memenuhi syarat untuk mendonorkan darahnya, jika si ibu tersebut pada saat melahirkan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dan membutuhkan transfusi darah.
Hal lain ditekankan pula adalah meningkatnya penyakit tidak menular dan penyakit-penyakit katastropik atau yang berbiaya tinggi, yang menyedot 40 persen pendapatan keluarga. Penyakit katastropik, antara lain diabetes, gagal ginjal, dan kanker.
Menurut Saraswati, penyakit-penyakit keganasan ini, juga kasus-kasus bedah, bisa disebabkan oleh penyakit tidak menular. Perlu pula adanya upaya-upaya, agar tidak terjadi bayi yang dilahirkan mendapatkan penyakit bawaan, penyakit kelainan darah yang sifatnya herediter thalassemia hemofili.
“Sebenarnya sudah ada upaya-upaya, agar bayi yang dilahirkan tidak menderita penyakit kelainan darah. Tapi belum semua memahami, sehingga harus lebih dikuatkan lagi promosi preventif promotif, mencegah suatu keadaan tidak tersedianya darah saat membutukan transfusi,” kata Saraswati.
Saraswati berharap, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sebagai rumah sakit yang memiliki sumber daya manusia yang memadai dan didukung fasilitas, akan mampu menjadi center of excellent, yang akan bisa mengampu beberapa unit-unit transfusi darah, bahkan secara nasional dan bila dimungkinkan secara Asia Pasifik regional, untuk bersama-sama mendukung dan menjangkau lebih luas lagi kebutuhan masyarakat dan kepentingan publik.
Selain Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan RI, seminar keselamatan transfusi darah di rumah sakit juga menghadirkan sejumlah pembicara lain dari ahli dan dokter-dokter spesialis RSUP DR. Sardjito, yakni Dr. Rukmono Siswishanto, Sp.OG(K), Dr. dr. Usi Sukorini, M.Kes, Sp.PK(K), Dr. Nenny Sri Mulyani, Sp.A(K), Dr. Kartika Widayati, Sp.PD-KHOM., Dr. Pudjo Hagung, Sp.A(K), Ph.D., Dr. dr. Teguh Triyono, M.Kes, Sp.PK(K).
Mewakili penyelenggara seminar, drg. Rini Sunaring Putri, M.Kes., menyampaikan terima kasih atas ditetapkannya Unit Pelayanan Transfusi Darah (UPTD) RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, sebagai pusat transfusi darah di DI Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan RI dan Asia Pasific Ecnomic Corporation, juga mempercayakan RSUP Dr. Sardjito sebagai center of excellent. Di APEC, divisi life sains inovasi forum, RSUP Dr Sardjito dipercaya menjadi penyelenggara workshop.
“Dalam program keselamatan transfusi ini, ada program hemovigilance yang kita harapkan rumah sakit-rumah sakit atau layanan-layanan yang ada di sekitar Yogyakarta, bahkan di Indonesia, bisa melaksanakan untuk keselamatan pasien. Bisa sharing di webinar di seluruh indonesia,” katanya.
Pada kesempatan tersebut sekaligus dilakukan “ Launching Program Haemovigilance Nasional” berupa website haemovigilance, yang dipusatkan di RSUP Sardjito oleh Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kementerian Kesehatan.
No Comments