Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Pentingnya Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Keluarga Keluarga Pasien Anak

Pendahuluan

Keluarga akan merasa cemas ketika anak dirawat di ruang intensif. Kecemasan ini muncul karena beberapa hal diantaranya karena pembiayaan, kemungkinan muncul kecacatan bahkan kematian. Tenaga kesehatan terlebih perawat yang bertanggungjawab merawat pasien selama 24 jam mempunyai kontribusi besar demi mengurangi tingkat kecemasan yang dirasakan oleh keluarga. Salah satu upaya untuk menurunkan tingkat kecemasan keluarga adalah dengan komunikasi terapeutik oleh tenaga kesehatan.

Kecemasan keluarga

Kecemasan adalah suatu keadaan subjektif disebabkan karena ketidakmampuan seseorang untuk mengatasi masalah yang akan berdampak pada perubahan fisiologis dan psikologis. Kecemasan ini diekspresikan dengan murung, mudah tersinggung terhadap perkataan atau perbuatan orang lain, sulit tidur dan cepat marah (Zarkasih, 2010).

Anak merupakan salah satu anggota keluarga yang rentang mengalami masalah kesehatan. Keluarga dengan anak yang mengalami hospitalisasi akan merasakan kecemasan, hal ini disebabkan karena pasien anak yang selalu menangis akibat tidak terbiasa dengan lingkungan serta peralatan, asing dengan tenaga kesehatan dan rutinitas di ruang intensif, kekhawatiran keluarga mengenai pembiayaan yang mahal, ketidakpastian hasil dari perawatan, kurangnya pemahaman keluarga mengenai kondisi pasien, ketidakberdayaan untuk tetap atau selalu berada disamping pasien sehubungan dengan peraturan di ruang intensif, serta kekhawatiran akan kematian (Retnaningsih, 2016 ; Perry & Potter, 2005).

Perasaan cemas yang dirasakan oleh pasien dan keluarga dapat dipengaruhi oleh sikap dan cara berkomunikasi petugas kesehatan termasuk perawat (Tridiyawati et al, 2018). Kecemasan yang dirasakan oleh keluarga dapat berdampak pada kurangnya konsentrasi dan ketenangan pikiran. Ketika tenaga kesehatan menjelaskan perihal penyakit pada keluarga pasien, keluarga sukar menentukan suatu keputusan yang berakibat tertundanya suatu tindakan (Fandizal et al, 2020). Terlebih pada ruang intensif segala keputusan harus diambil secara cepat dengan pertimbangan yang matang, dan semua itu dilakukan demi kebaikan pasien (Handayani,2017).

Komunikasi Terapeutik

Komunikasi terapeutik adalah kemampuan dan keterampilan perawat dalam berinteraksi dan menyampaikan informasi kepada pasien dan keluarganya, agar pasien dan keluarga dapat beradaptasi terhadap permasalahan yang dihadapi. Komunikasi terapeutik diharapkan dapat membantu pasien dan keluarga, memaksimalkan fikiran dan tenaga positif yang nantinya dapat mengurangi beban pikiran dalam menghadapi maupun mengambil tindakan untuk kesehatannya (Anjaswarni, 2016).

Komunikasi adalah salah satu alat yang paling esensial bagi perawat. Dengan komunikasi (verbal ataupun nonverbal), perawat dapat memberikan kesembuhan untuk pasien dan keluarga. Senyum perawat, kesabaran, kelembutan, kata-kata yang tegas dan menyejukkan atau kata-kata yang disampaikan dengan jelas dapat mempengaruhi perilaku pasien bahkan keluarganya untuk berbuat lebih baik dalam rangka meningkatkan derajat kesehatannya.

Kualitas asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien sangat dipengaruhi oleh kualitas hubungan perawat-klien. Apabila perawat tidak memperhatikan hal ini, hubungan perawat-klien tersebut bukanlah hubungan yang memberikan dampak terapeutik yang mempercepat kesembuhan klien, tetapi hubungan sosial biasa (Tridiyawati et al, 2018).

Pembahasan

Perawat memegang tanggung jawab yang sangat besar dalam keperawatan profesional, hal ini dikarenakan perawat dituntut untuk melaksanakan perannya merawat pasien selama 24 jam. Pasien dan keluarga akan merasakan kecemasan ketika pertama kali dirawat dirumah sakit terlebih ketika pasien dirawat diruang intensif. Menurut Retnaningsih (2016) salah satu penyebab keluarga pasien mengalami kecemasan, karena antara perawat dan keluarga tidak mampu membangun hubungan saling percaya sehingga tidak terwujud kerjasama dengan baik. Hal ini berdampak pula pada ketidakmampuan keluarga dalam mengambil keputusan mengenai tindakan pada pasien sehingga tindakan tidak dapat dilakukan dengan segera.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menurunkan tingkat kecemasan keluarga adalah dengan menerapkan komunikasi terapeutik. Menurut teori Potter & Perry (2012), tujuan dari komunikasi terapeutik adalah membina hubungan saling percaya antara perawat dengan keluarga pasien. Ketika keluarga dapat mengutarakan perasaan nya, maka saat itulah perawat hadir untuk memberikan pertolongan. Perawat dapat berperan menjadi pemberi asuhan keperawatan, advokat serta edukator. Perawat yang dapat menjalankan perannya dengan baik tentunya dapat memberi rasa nyaman kepada pasien dan keluarga, sehingga diharapkan dapat menurunkan kecemasan pasien dan keluarganya (Tridiyawati et al, 2018).

Perawat perlu mempersiapkan diri secara matang sebelum melakukan komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien.  Diantaranya adalah Ketenangan, keikhlasan dan penerimaan.  Tidak kalah pentingnya untuk mempelajari latar belakang penyakit dan sosial budaya dari pasien dan keluarganya. Setelah itu semua disipakan oleh perawat, maka selanjutnya perawat siap untuk memulai komunikasi terapeutik dengan keluarga pasien (Tridiyawati et al, 2018).

Perawat memegang peranan penting dalam komunikasi terapeutik (Wianti, 2017). Lingkungan yang tenang dan nyaman turut mendukung terciptanya komunikasi terapeutik.  Sikap terbuka, tenang, empati, menerima segala sesuatu yang diucapkan oleh keluarga pasien tanpa mengkonfrontasinya, semata-mata dilakukan perawat agar keluarga menyampaikan perasaannya. Berbekal informasi yang diberikan oleh keluarga pasien, perawat dapat memaksimalkan perannya sebagai edukator, advokat dan konselor (Silalahi, 2021). Ketika keluarga sudah merasa tenang karena sudah berhasil menyampaikan perasaannya, tenaga kesehatan baik dokter, perawat dan lain sebagainya bisa menyampaikan infomasi mengenai pasien sehingga keluarga dapat mengambil keputusan mengenai tindakan yang terbaik untuk pasien. Perasaan tenang yang dirasakan oleh keluarga berdampak besar pada maksimalnya peran dan berakhir pada turunya kecemasan pada keluarga pasien.

Kesimpulan

Keluarga dengan anak yang dirawat diruang intensif akan merasakan kecemasan karena bingung dengan kondisi pasien, khawatir dengan masalah pembiayaan, kondisi anak yang kurang stabil dengan tindakan yang belum pasti hasilnya sampai adanya bayang-bayang akan kematian. Salah satu keterampilan tenaga kesehatan khususnya perawat untuk menurunkan kecemasan tersebut adalah dengan komunikasi terapeutik.

Tujuan dari komunikasi terapeutik perawat pada ruang intensif adalah untuk menggali perasaan pasien agar perawat dapat memaksimalkan perannya baik advokat, konselor maupun edukator. Dengan komunikasi terapeutik akan tercipta hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga pasien sehingga perawat mampu menjelaskan kondisi pasien dan keluargapun dapat memahaminya. Hal ini akan membantu keluarga untuk dapat mengambil keputusan terbaik dan tentunya akan memberikan kepuasan bagi pasien dan keluarga sehingga rasa cemas itu akan turun dengan sendirinya.

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.