Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Vaksinasi COVID-19 pada Pasien dengan Epilepsi

Penyakit COVID-19 (Corona Virus Disease-19) disebabkan oleh SARS-COV2 yang termasuk dalam keluarga besar corona virus. Pada Maret 2020, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan COVID-19 sebagai pandemi. Di samping masih berlangsungnya penelitian mengenai terapi kuratif terhadap COVID-19, pada Desember 2020 program vaksin massal pertama kali dilakukan. Dengan mempertimbangkan luasnya penyebaran COVID-19 di masyarakat, perlu tindakan preventif selain memakai masker, menjaga jarak dan isolasi mandiri yang dapat membentuk imunitas skala besar yaitu dengan program vaksinasi tersebut. Vaksinasi merupakan cara yang efektif, aman dan mudah dilakukan dalam melindungi seseorang terhadap suatu penyakit. Vaksin bekerja dengan melatih sistem imunitas untuk membentuk antibodi, seperti halnya ketika menghadapi suatu penyakit. Vaksin COVID-19 saat ini dapat diberikan kepada semua orang dengan usia ≥ 12 tahun, yaitu kelompok sehat, paska terkena COVID-19, ibu hamil dan menyusui, memiliki kondisi medis tertentu atau komorbid seperti epilepsi, hipertensi, penyakit autoimun, dan sebagainya.

Pada topik kali ini akan dikhususkan pembahasan mengenai vaksin COVID-19 pada pasien dengan epilepsi. Bangkitan epileptik merupakan tanda/gejala yang bersifat sesaat akibat aktivitas neuronal yang abnormal dan berlebihan di otak. Tidak semua bangkitan epileptik menimbulkan epilepsi. Epilepsi dapat didefinisikan sebagai 1) Minimal terdapat 2 bangkitan tanpa provokasi atau 2 bangkitan reflex dengan jarak waktu antar bangkitan pertama dan kedua >24 jam; 2) Satu bangkitan tanpa provokasi atau satu bangkitan refleks dengan kemungkinan terjadinya bangkitan berulang dalam 10 tahun ke depan sama dengan risiko kekambuhan umum (minimal 60%); 3) Sudah ditegakkan diagnosis sindrom epilepsi. Epilepsi diklasifikasikan berdasarkan tipe bangkitan, tipe epilepsi, dan sindrom epilepsi serta perlu ditentukan etiologi yang mendasarinya. Berdasarkan tipe bangkitan dapat diklasifikasikan sebagai bangkitan fokal, umum, atau tidak diketahui. Berdasarkan tipe epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai fokal, umum, campuran umum dan fokal, serta tidak diketahui. Berdasarkan sindrom epilepsi dapat diklasifikasikan salah satunya dengan onset terjadinya yaitu neonatus, infant, anak-anak, juvenil, dan dewasa.

Sampai saat ini tidak ada bukti bahwa pasien dengan epilepsi secara khusus berkaitan dengan risiko yang lebih tinggi mengalami efek samping vaksinasi COVID-19. Pada pasien dengan epilepsi, risiko infeksi covid dan kemungkinan komplikasinya jauh lebih besar daripada risiko efek samping vaksinasi COVID-19. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) melalui surat No.030/PP-PERDOSSI/B/II/2021 menyatakan bahwa pasien epilepsi yang sudah bebas kejang (terkontrol) baik dengan minum obat anti epilepsi atau tidak, maupun pasien epilepsi yang masih muncul kejangnya diindikasikan untuk diberikan vaksin COVID-19 dengan pengawasan dokter spesialis saraf. Sama halnya dengan vaksin lain, demam dapat terjadi setelah vaksinasi COVID-19. Hal ini dapat berisiko menurunkan ambang batas kejang pada beberapa pasien. Antipiretik seperti parasetamol yang diminum secara rutin dalam waktu 48 jam setelah vaksinasi (atau selama mengalami demam), akan meminimalkan risiko tersebut. Hal penting lain adalah memberikan informasi komorbid epilepsi sebelum dilakukan vaksinasi COVID-19, di samping informasi alergi bahan vaksin, reaksi alergi pada riwayat vaksin sebelumnya, riwayat demam atau infeksi, obat yang sedang dikonsumsi khususnya yang menekan sistem imun (contoh : obat imunomodulator atau imunosupresan) atau antikoagulan, dan kondisi hamil atau persiapan kehamilan. Apabila sudah dilakukan vaksinasi COVID-19, tindakan preventif lain seperti memakai masker dan menjaga jarak tetap harus dilakukan. Vaksin COVID-19 yang beredar saat ini mampu mengurangi risiko terkena COVID-19 hingga 90%, bergantung pada jenis vaksinnya. Namun demikian, seseorang yang telah divaksin masih dapat menularkan COVID-19 kepada orang lain tanpa mengetahui bahwa yang bersangkutan merupakan karier.

 

Kontributor :

dr. Macho Marcello, dr. Desin Pambudi Sejahtera, M.Sc., Sp.S(K)

dr. Atitya Fithri Khairani, M.Sc., Sp.S(K)

RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.