Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Peran ECMO pada Pasien Kritis dengan Covid-19

Apa itu ECMO?

Oksigenasi Membran Ekstrakorporeal atau Extra Corporeal Membrane Oxygenation (EMCO) merupakan salah satu tindakan atau pengobatan dengan cara memasang kanul kateter pada pembuluh darah besar kemudian dihubungkan ke pompa centrifugal dan dialirkan ke membrane oksigenator, teknik ini merupakan salah satu bantuan hidup lanjut bagi fungsi jantung dan pernafasan. ECMO dapat mempertahankan kondisi normal pada saat terjadi kegagalan fungsi pompa jantung dan paru paru yang bersifat reversibel. ECMO merupakan suatu inovasi di ruang perawatan intensif dan teknologi operasi bedah jantung.

Prinsip kerja ECMO dengan cara memindahkan aliran darah tubuh dari  vena besar biasanya vena jugularis dan vena femoral  ke membrane oksigenator  melalui sebuah pompa sentrifugal yang bertujuan  memberikan oksigen, dan menghilangkan karbondioksida, dan mengembalikannya ke tubuh pasien. Prinsip kerja membrane oksigenator seperti alveoli paru paru kita yaitu  membuang karbondioksida dan mensuplay oksigen ke dalam pembuluh  darah.

ECMO digunakan untuk memberikan bantuan hidup selama beberapa minggu, sampai paru-paru atau jantungnya bisa berfungsi kembali dengan optimal. ECMO ini terdiri dari sebuah alat bantueksternal yang prinsip kerjanya hampir sama dengan mesin Cardio Pulmonary Bypass (CPB) yang digunakan untuk operasi jantung terbuka.  Prinsip kerja alat CPB adalah menggantikan fungsi jantung dan paru yang dihentikan sementara selama operasi jantung berlangsung sehingga tindakan koreksi pada bedah jantung lebih cepat, akurat dan mudah dilakukan.

Oksigenasi membrane Ekstrakorporeal (ECMO) merupakan inovasi teknologi tinggi dalam bidang kedokteran yang dimulai sejak 20 tahun lalu. Perawatan intensif di negara maju, ECMO digunakan pada pasien yang mengalami gagal napas akut sebagai terapi bantuan hidup lanjut. Di Amerika Serikat, ECMO merupakan terapi standar untuk gagal napas pada bayi baru lahir. Hasil respon pasien terhadap terapi ECMO berbeda-beda. Pada pasien anak anak  yang menggunakan ECMO  70-90% berhasil diselamatkan, sedangkan pada dewasa, didapatkan mortilitas 45-55% untuk pasien yang diprediksi  mempunyai mortalitas sekitar 80% dengan pemasangan  alat bantu nafas ventilator. ECMO hanya dapat dilakukan di rumah sakit tertentu yang mempunyai alat ECMO, dokter ahli jantung, bedah jantung, dokter anestesi, perfusionist dan tim yang sudah pengalaman menangani operasi jantung.

Tujuan pemasangan ECMO untuk mensupport jantung dan atau paru yang mengalami kegagalan berat dalam fungsinya dimana sudah tidak respon dengan terapi konvensional dan mengganti sementara fungsi jantung dan atau paru hingga fungsi  jantung dan paru menjadi lebihbaik, sampai mendapat donor paru atau jantung pada pasien yang akan dilakukan  transplantasi jantung. Dengan demikian, fungsi organ vital pasien bisa kembali normal dan kebutuhan oksigen tubuh bisa   terpenuhi.

Sejarah penggunaan ECMO

Bantuan hidup ekstrakorporal   awalnya dikembangkan pada tahun 1950-an oleh John Gibbon sebagai oksigenasi darah melalui oksigenator membrane, selama operasi jantung  dalam jangka waktu tertentu  dengan teknik  cardiopulmonarybypass  atau pintas jantung paru melalu kanulasi pada aorta dan vena cava superior dan inferior. Pada tahun 1969 Theodor Kolobow & Warren Zapol mengembangkan mesin ECMO. Tahun 1971, dr. Donald Hill mengembangkan ECMO untuk pasien dewasa yang terdiagnosis Acut Respiratory Distress  Syndrome (ARDS).  Tahun 1976 Bartlett mengembangkan ECMO untuk kasus anak anak.  Di Indonesia dalam rentang waktu 1990-1995 RS Jantung Harapan Kita Jakarta melaporkan 1 kasus berhasil diselamatkan dengan pemasangan ECMO. Sampai saat ini ECMO sudah berkembang sebagai salah satu tatalaksana untuk pasien dewasa yang terjadi kegagalan respirasi berat.

Indikasi dan pengelolaan pasien terpasang ECMO

Ada 2 tipe dari terapi ECMO, yaitu: venoarterial (VA) dan venovenous (VV) ECMO. Istilah VA dan VV menunjukkan pembuluh darah yang digunakan selama prosedur.

ECMO dapat digunakan baik dengan menggunakan sirkuit veno-venous (VV) untuk membantu kelangsungan hidup pada pasien yang mengalami gangguan paru paru atau sirkuit veno-arterial (VA) untuk membantu fungsi jantung dan paru paru secara bersamaan. Penggunaan ECMO memerlukan biaya yang tinggi sehingga, dibatasi pada pasien dengan resiko tinggi yang memiliki proses penyakit dasar yang masih bisa dikembalikan atau sebagai jembatan   sementara untuk terapi definitive selanjutnya.

Indikasi pemasangan ECMO secara umum dilakukan pada pasien gagal nafas misalnya pada pasien dengan  Acut Respiratory Distress  Syndrome (ARDS) akibat  infeksi paru-paru yang berat, pasien   gagal penyapihan dengan mesin (cardiopulmonary bypass) yang dilakukan saat operasi jantung , pasien  yang mengalami gagal  jantung yang bisa dikembalikan fungsinya.

Kontraindikasi absolut penggunaan ECMO adalah kegagalan jantung yang tidak dapat diperbaiki, keganasan, cedera kepala berat, resusitasi jantung paru tanpa perbaikan, kontraindikasi relative pemasangan ECMO adalah pasien sedang menjalani terapi dengan  obat antikoagulan, usia lanjut, dan obesitas. 

Proses penyapihan ECMO dapat dilakukan dengan hasil kolaborasi antara dokter anestesi dan semua tim ECMO yang terlibat. Kriteria penyapihan pada VV ECMO jika keadaan paru sudah membaik dan dinyatakan siap dengan memperhatikan beberapa parameter. Penyapihan pada VA ECMO harus dilakukan     dengan menilai kemampuan jantung dalam memompa jantung ke seluruh tubuh. Cara penyapihan VA ECMO dengan mengurangi aliran darah dari oksigenator secara bertahap .Setelah fungsi jantung membaik maka penggunaan ECMO bisa dihentikan.

Harapan baru  pada pasien COVID 19 dengan teknik ECMO

Bulan Januari 2021, lebih dari 2 juta kematian akibat COVID-19 telah dicatat di seluruh dunia. Sekitar 15% sampai  30% orang yang terinfeksi SARS-CoV-2 terjadi  sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS) (Huang dkk. BMC Pulm Med (2021) 21:116 https://doi.org/10.1186/s12890-021-01479-6)

Berdasarkan beberapa penelitian menyebutkan bahwa efek dan kesembuhan pasien COVID-19 yang mendapatkan terapi ECMO sangat bervariasi, mungkin diakibatkan karena  perbedaan dalam faktor klinis pasien, manajemen sumber daya dan pengelolaan pasien.  Rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang diterbitkan pada bulan Agustus 2020 menyatakan bahwa penggunaan ECMO untuk pengobatan ARDS berat akibat COVID-19  direkomendasikan  hanya di rumah sakit yang mempunyai dokter ahli  dengan pengalaman yang cukup.

Sejak pandemi  berlangsung di tahun 2021, di beberapa rumah sakit di Indonesia sudah mulai memberikan pelayanan ECMO buat pasien mengalami  gagal nafas akibat Covid-19 , diantara tersebar di  8 kota yaitu Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Makasar, Manado, Padang dan Bali. Data dari beberapa rumah sakit di  Indonesia  sampai bulan September 2021  pemasanagan ECMO pada kasus covid 19  sebanyak  44 kasus, 12  kasus hidup dan bisa keluar dari Rumah sakit.

The Extracorporeal Life Support Organization (ELSO)  Registry of ECMO in COVID-19  (Graeme MacLaren1*  dkk ) menyebutkan bahwa komplikasi ECMO yang paling umum pada pasien COVID-19 adalah  perdarahan, komplikasi yang diakibatkan faktor mekanis adalah kegagalan pompa centrifugal, disfungsi oksigenator,  emboli sirkuit, perubahan sirkuit, kegagalan oksigenator dan perubahan posisi kanul kateter.  ELSO juga melaporkan bahwa  213 pusat pelayanan kesehatan  di 36 negara,  1035 pasien dengan COVID-19 yang mendapat terapi  ECMO menunjukkan  insiden kematian di rumah sakit  90 hari setelah dipasang    ECMO sebesar 37%. Risiko kematian yang lebih tinggi pada pasien yang berusia di atas 70 tahun. Pasien dengan indikasi terapi ECMO dan tanpa kontraindikasi harus dimulai tepat waktu.  Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil terapi ECMO adalah jenis kelamin, usia, komorbiditas, manifestasi klinis dan durasi pemasangan alat bantu pernafasan ventilator.

ECMO memiliki peran dalam pengelolaan pasien dewasa dengan COVID-19 yang menderita ARDS dan dapat memberikan hasil yang menguntungkan pada pasien tentunya dengan mempertimbangkan sumber daya tenaga kesehatan dan pemilihan pasien  selama pandemi.

 

Kontributor :

Tri Subekti, SKep, Ns.

KFK Kamar Operasi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

 

DAFTAR PUSTAKA

1.       Mujahidin, Fellow Anestesi Kardiovaskular, Magister Kesehatan RSPJN Harapan KitaVolume VIII, Nomor 3, Tahun 2016

2.       Graeme MacLaren1* , Alain Combes2,3 dan Daniel Brodie4,5 © 2020 Springer-Verlag GmbH Jerman, bagian dari Springer Nature https://doi.org/10.1007/s00134-020-06284-z

Huang dkk. BMC Pulm Med(2021) 21:116 https://doi.org/10.1186/s12890-021-01479-6

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.