Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Virus SARS-CoV-2 Variant of Concern Omicron

Varian SARS-CoV-2, Omicron, dideteksi pertama pada tanggal 11 November 2021 di Botswana, Afrika Selatan. Pada 26 November 2021, ECDC (European Centre for Disease Prevention and Control) mengklasifikasikan varian SARS-CoV-2 yang berasal dari garis keturunan Pango B.1.1.529 sebagai variant of concern (VOC), dan varian tersebut diduga dapat menghindar dari sistim imun (immune escape) dan berpotensi meningkatkan penularan dibandingkan dengan varian Delta. WHO kemudian mengklasifikasikan varian tersebut sebagai VOC dan memberi label Omicron.

Afrika Selatan di provinsi Gauteng merupakan negara yang pertama kali terdeteksi SARS-CoV-2 Omicron, terjadi peningkatan kasus terkonfirmasi yang lebih cepat dibanding gelombang sebelumnya. Jumlah negara yang melaporkan kasus SARS-CoV-2 Omicron terus meningkat secara global, data GISAID 14 Februari 2022, terdapat 5 negara dengan kasus SARS-CoV-2 Omicron tertinggi antara lain Inggris, Amerika, Perancis, Polandia dan Israel. Kasus SARS-CoV-2 Omicron di Indonesia dari data GISAID sejumlah 1.755 kasus pada 26 Januari 2022, dan menempatkan posisi Indonesia pada urutan pertama di Asia Tenggara, sementara Singapura sebanyak 1.312 kasus dan Thailand terdapat pertumbuhan jumlah kasus Omicron mingguan mencapai 138,43 persen. Di bawah ini merupakan grafik kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia setelah dinyatakan teridentifikasi adanya SARS-CoV-2 Omicron .

Virus SARS-CoV-2 variant of concern Omicron

SARS-CoV-2 variant of concern Omicron berasal dari garis keturunan Pango B.1.1.529, Nextstrain clade 21K, ditandai dengan adanya 30 perubahan asam amino, tiga delesi kecil dan satu insersi kecil pada protein spike dibandingkan dengan virus asli. Dari perubahan ini, 15 mutasi terletak pada domain pengikat reseptor (RBD). Varian ini juga membawa beberapa perubahan dan delesi pada wilayah genomik lainnya.

Beberapa perubahan pada sekuen pengkodean protein spike dikaitkan dengan immune escape dari antibodi penetralisir, atau sifat-sifat lainnya. Varian sintetik dengan 20 mutasi pada protein spike berhubungan dengan penurunan terhadap netralisasi oleh serum konvalesen dan vaksin. SARS-CoV-2 Omicron lebih banyak mutasi pada gen S dibandingkan dengan varian lain, sehingga menyebabkan dampak penurunan antibodi netralisasi lebih besar.

Varian virus SARS-CoV-2 Omicron memiliki pengaruh pada uji diagnostik, penurunan secara substansial terhadap satu atau lebih terapi, penurunan netralisasi oleh antibodi yang dihasilkan dari infeksi atau vaksinasi sebelumnya, berkurangnya perlindungan vaksin dari keparahan penyakit, mudah terjadi penularan (transmisi).

Definisi kasus Omicron SARS-CoV-2 menurut kriteria WHO antara lain :

1. Suspek Omicron SARS-CoV-2 :

  • Terdapat gejala (sesuai kriteria WHO), dengan adanya kontak kasus probable atau terkonfirmasi Omicron.
  • Terdapat gejala (sesuai kriteria WHO), dengan domisili atau riwayat bepergian dari area terdeteksi Omicron dalam 14 hari sebelum timbulnya gejala.

2. Probable Omicron SARS-CoV-2 :

  • Kasus terkonfirmasi positif untuk S-gene Target Failure (SGTF) atau uji deteksi SNP (single nucleotide polypeptide) berbasis PCR yang menunjukkan Omikron.

3. Terkonfirmasi Omikron SARS-CoV-2 :

  • Hasil sekuensing terkonfirmasi SARS-CoV-2 Omikron (pada gen S atau pada seluruh sekuensing genom).

 

Dampak terhadap imunitas

Adanya mutasi multipel pada RBD dalam protein spike SARS-CoV-2 Omicron menyebabkan immune escape dari antibodi penetralisir yang diinduksi oleh infeksi atau vaksinasi, dan terdapat potensi immune escape dari antibodi non-penetralisir dan sel T memori. Fungsi dan peran sel T memori adalah berfungsi dalam respon imunitas dan melindungi dari infeksi yang berat, tetapi akibat adanya evolusi virus yang menyebabkan mutasi protein spike, respon sel T memori akan mengalami penurunan, sehingga dapat lolos dari antibodi penetralisir yang telah ada sebelumnya.

 

Dampak terhadap penularan

Terdeteksinya (drop out) gen S, merupakan penanda SARS-CoV-2 Omicron. Proporsi ini meningkat dengan pesat, dari <5% menjadi >50% sejak awal November 2021 bersamaan dengan peningkatan jumlah kasus.

Jumlah reproduksi efektif, Rt, diperkirakan di bawah 1 pada pertengahan bulan Agustus hingga akhir Oktober 2021, dan kemudian meningkat tajam menjadi 2,2 pada pertengahan November. Peningkatan kasus yang cepat, peningkatan jumlah reproduksi efektif Rt serta kecepatan penggantian Delta VOC oleh Omicron VOC di Afrika Selatan telah menimbulkan kekhawatiran bahwa varian ini secara signifikan lebih dapat ditularkan dibandingkan dengan Delta VOC. Peningkatan immune escape Omicron VOC dibandingkan Delta VOC menyebabkan lebih banyak infeksi pada individu yang telah divaksinasi, dan lebih banyak kejadian reinfeksi, yang berkontribusi terhadap peningkatan kasus yang terdeteksi.

Studi epidemiologi di UE/EEA dan negara-negara Afrika bagian selatan dan di negara lain masih terus dikembangkan. Tantangan yang ada adalah karena kapasitas sequencing yang masih terbatas dan juga karena sebagian besar kasus bersifat ringan dan asimptomatis sehingga banyak kasus menjadi tidak terdiagnosis. Peningkatan jumlah kasus yang cepat, peningkatan jumlah reproduksi efektif Rt, serta laju penggantian Delta VOC oleh Omicron VOC di Afrika Selatan menunjukkan bahwa varian ini lebih mudah untuk ditularkan dibandingkan dengan Delta VOC.

 

Dampak terhadap tingkat keparahan penyakit

Data awal menunjukkan bahwa Omicron VOC menyebabkan penyakit yang lebih ringan, meskipun beberapa diantaranya mengalami kondisi yang berat, memerlukan rawat inap, dan dapat meninggal karena infeksi varian ini. Bahkan jika hanya sebagian kecil pasien terinfeksi Omicron yang memerlukan rawat inap, namun di beberapa negara terjadi peningkatan kasus pasien rawat inap akibat varian ini.

Beberapa tanda dan gejala klinis Omicron VOC yang sering ditemukan, dikutip dari WHO (Desember 2021) antara lain :

  1. Batuk (83%)
  2. Rhinorea (78%)
  3. Fatigue/letargi (74%)
  4. Nyeri tenggorokan (72%)
  5. Nyeri kepala (68%)
  6. Demam (54%)

Dengan onset rata-rata timbul gejala 3 hari setelah terpapar.

Dari seluruh kasus yang telah dilaporkan di UE/EEA terdapat separuh kasus adalah asimptomatis dan separuh lainnya merupakan gejala ringan. Dari data terkait dengan usia dan status vaksinasi menunjukkan lebih banyak kasus pada individu lebih tua dan telah divaksinasi lengkap. Data tingginya seropositifitas di Afrika Selatan berpotensi menyebabkan penyakit lebih ringan pada populasi ini, dan Omicron VOC dikaitkan dengan peningkatan risiko infeksi ulang (reinfeksi).

 

Dampak terhadap terapi :

1. Intervensi non-farmakologi

Intervensi nonfarmasi (NPI) untuk membantu menurunkan transmisi infeksi harus terus dilaksanakan oleh tiap negara berdasarkan penilaian situasi epidemiologi terkait Delta VOC dan Omicron VOC. Upaya yang mendukung antara lain physical distancing, termasuk teleworking dan modifikasi operasional yang menurunkan kepadatan di angkutan umum, serta memastikan ventilasi yang memadai pada ruang tertutup, penetapan ketentuan kebersihan tangan dan organ pernafasan, penggunaan masker wajah dengan tepat, dan tinggal di rumah bila bergejala tetap merupakan tindakan yang relevan. .

2. Intervensi farmakologi

WHO melaporkan beberapa studi terkait efektivitas terapi terhadap varian Omicron:

  • Penghambat reseptor IL-6 (anti IL-6) dan kortikosteroid tetap efektif untuk pasien derajat berat dan kritis.
  • Data in vitro awal (preprints) menunjukkan beberapa antibodi monoklonal untuk SARS-CoV-2 menurunkan efek netralisasi terhadap Omicron.
  • Casirivimab dan imdevimab menurun efikasinya pada Omicron (studi in vitro), dan sotrovimab menurun efikasinya 3 kali lebih rendah.

Banyaknya mutasi pada protein spike Omicron VOC menunjukkan bahwa mungkin terdapat penurunan efektivitas dari terapi antivirus antibodi monoklonal yang menargetkan protein SARS-CoV-2. Namun, hingga saat ini belum ada data laboratorium atau klinis yang relevan.

Dampak terhadap vaksinasi

Vaksinasi terhadap SARS-CoV-2 menunjukkan manfaat dalam mencegah kematian, mengurangi hospitalisasi dan penularan, meskipun Delta VOC muncul dan dominasi terus berlanjut. Karena Delta VOC masih terus berlangsung, negara-negara didesak untuk memberikan prioritas dalam melanjutkan vaksinasi bagi individu yang belum divaksinasi atau belum lengkap vaksinasinya. Sampai saat ini belum diketahui sejauh mana Omicron VOC dapat mempengaruhi efektivitas vaksin.

Adanya vaccine escape dan analisis terkait efektivitas berbagai vaksin terhadap Omicron (efek langsung dan tidak langsung) untuk terjadinya penyakit, penularan dan dampak penyakit berat berdasarkan kelompok usia masih terus dikembangkan dan dipelajari. Vaksin COVID-19 tetap menjadi langkah kesehatan masyarakat terbaik untuk melindungi dari infeksi COVID-19 serta mengurangi kemungkinan munculnya varian baru.

Para ilmuwan masih mempelajari seberapa efektif vaksin COVID-19 dalam mencegah infeksi dari Omicron. Vaksin saat ini diharapkan dapat melindungi dari keparahan penyakit, risiko rawat inap, dan kematian akibat infeksi varian Omicron.

 

Kontributor :

Ika Trisnawati, M.Sc., Sp.PD., KP

KSM Paru RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.