Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

Kerangka Aksi Pengurangan Stunting

Stunting pada masa anak-anak merupakan permasalahan yang menjadi perhatian Organisasi Kesehatan Dunia akibat dampak negatif yang ditimbulkan dan tingginya jumlah anak yang mengalami stunting. Stunting menjadi salah satu faktor utama yang menghambat perkembangan anak, secara global mempengaruhi sekitar 162 juta anak di bawah usia 5 tahun. Di Indonesia, angka stunting atau anak tumbuh pendek turun dari 37,2% pada Riskesdas 2013 menjadi 30,8% pada Riskesdas 2018. Meskipun tren stunting mengalami penurunan, persentase stunting di Indonesia secara keseluruhan masih tergolong tinggi dan harus mendapat perhatian serius dikarenakan masih berada di bawah rekomendasi WHO yang memberikan batasan  prevalensi stunting kurang dari 20%.

Stunting atau tinggi badan terlalu pendek untuk usia  seseorang didefinisikan sebagai tinggi badan yang lebih dari dua standar deviasi di bawah median standar yang ditetapkan WHO, diakibatkan nutrisi yang tidak memadai dan penyakit infeksi  berulang selama 1000 hari pertama kehidupan seorang anak. Stunting memberikan efek negatif jangka panjang pada individu dan masyarakat, diantaranya penurunan perkembangan kognitif dan fisik, penurunan produktifitas dan kesehatan, serta peningkatan risiko penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi dan diabetes melitus. Bank Dunia memperkirakan 1% kehilangan tinggi badan orang dewasa karena stunting pada masa anak-anak berkaitan dengan penurunan 1,4%  produktifitas. Diperkirakan orang dewasa yang pada masa anak-anak mengalami stunting memperoleh penghasilan 20% lebih rendah dibandingkan individu yang tidak stunting.

Organisasi Kesehatan Dunia memproyeksikan jika tren saat  ini terus berlanjut, sebanyak 127 juta anak di bawah usia 5 tahun mengalami stunting di tahun 2025. Investasi dan intervensi penanganan stunting diperlukan untuk mencapai target WHO untuk mengurangi jumlah anak stunting menjadi 100 juta pada tahun 2025. Pada bulan Agustus 2017 pemerintah telah meluncurkan Rencana Aksi Nasional Penanganan Stunting yang menekankan pada kegiatan konvergensi di tingkat nasional, daerah dan desa, untuk memprioritaskan kegiatan intervensi gizi spesifik dan gizi sensitif pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan sampai dengan usia 6 tahun

Beberapa faktor berkontribusi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak, antara lain status gizi  dan kesehatan ibu yang tidak baik, praktik pemberian makan bayi dan anak yang tidak memadai dan penyakit infeksi.  Status gizi dan kesehatan ibu yang tidak baik sebelum, selama dan setelah kehamilan menghambat pertumbuhan dan perkembangan awal anak, mulai dari dalam kandungan sampai setelah lahir. Kondisi ibu lainnya yang berkontribusi menyebabkan terjadinya stunting adalah ibu dengan perawakan pendek, jarak kelahiran pendek dan kehamilan remaja yang mengalami permasalahan dalam penyediaan nutrisi untuk janin. Praktik pemberian makan bayi dan anak yang berkontribusi menyebabkan stunting, meliputi pemberian ASI yang tidak optimal dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak baik dari kuantitas dan kualitas. Sedangkan penyakit infeksi yang berkontribusi menyebabkan stunting antara lain higiens sanitasi yang tidak baik menyebabkan gangguan saluran pencernaan seperti malabsorpsi nutrisi dan berkurangnya kemampuan saluran pencernaan sebagai sistem imunitas.

Berbagai tindakan dari segala bidang diperlukan untuk mengurangi angka stunting. Penanganan stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif pada 1000 hari pertama kehidupan. Beberapa intervensi efektif yang dapat dilakukan untuk mengurangi angka stunting antara lain :

1. Optimalisasi Pemberian ASI eksklusif

Pemberian ASI yang optimal pada awal kehidupan anak merupakan kunci mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang baik. Inisiasi dini dan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan memberikan perlindungan dari infeksi saluran pencernaan yang dapat menyebabkan kehilangan nutrisi yang parah yang berkontribusi menyebabkan stunting. Selama anak mengalami infeksi, ASI juga merupakan sumber nutrisi utama.

2. Peningkatan Kualitas Pemberian MP-ASI

Intervensi kedua yang paling efektif untuk mencegah stunting selama periode pemberian makanan pendamping ASI adalah meningkatkan kualitas makanan anak. Bukti menunjukkan komposisi zat gizi dengan keanekaragaman makanan yang baik serta konsumsi makanan dari sumber hewani berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan linier. Rumah tangga yang mampu menyediakan makanan beragam, termasuk makanan yang difortifikasi menunjukkan pengurangan kejadian stunting.

3. Intervensi Gizi Terintegrasi

Stunting disebabkan oleh berbagai faktor yang sifatnya multifaktorial, seperti keadaan rumah tangga, lingkungan, sosial ekonomi dan budaya, maka pengurangan stunting memerlukan intervensi gizi langsung yang terintegrasi dan dilaksanakan bersamaan dengan intervensi gizi sensitif. Misalnya, pencegahan infeksi memerlukan peran rumah tangga dalam mempratikkan mencuci tangan, yang keberhasilannya dipengaruhi perubahan perilaku dalam melakukan cuci tangan memakai sabun (budaya), ketersediaan air bersih (water supply), dan kemampuan menyediakan sabun (status sosial ekonomi). Demikian juga ketersediaan pangan yang berkualitas (food supply) dan keterjangkauan penyediaan pangan bergizi (status sosial ekonomi) akan mempengaruhi keluarga dalam menyediakan pola makan yang sehat dan mencegah anak stunting.

Gizi yang tidak memadai merupakan salah satu dari sekian banyak penyebab stunting. Kegagalan pertumbuhan sering dimulai bayi masih di dalam rahin dan berlanjut setelah lahir, disebabkan praktik menyusui, pemberian makanan pendamping ASI yang kurang optimal serta pengendalian infeksi yang tidak baik. Oleh karena itu fokus intervensi pencegahan stunting pada masa kritis 1000 hari pertama kehidupan dari kehamilan seorang wanita sampai anak berusia dua tahun sangatlah penting.

 

Daftar Pustaka

Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI. (2019). Pencegahan Stunting Pada Anak.

Ikatan Dokter Anak Indonesia.  (2017). Panduan Praktik Klinis Ikatan Dokter Anak Indonesia : Perawakan Pendek pada Anak dan Remaja di Indonesia. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi RI. (2017) . Buku Saku Desa dalam Penanganan Stunting.

Kementerian PPN/Bappenas. (2018). Pedoman Pelaksanaan  Intervensi Penurunan Stunting Terintegrasi di Kabupaten / Kota.

Krebs NF, Mazariegos M, Tshefu A, Bose C, Sami N, Chomba E et al. (2011).  Complementary Feeding Study Group. Meat consumption is associated with less stunting among toddlers in four diverse low-income settings. Food Nutr Bull. 2011;32:185–91.

Özaltin E, Hill K, Subramanian SV.  (2010). Association of maternal stature with offspring mortality, underweight, and stunting in low- to middle-income countries. JAMA. 2010;303(15):1507–16. doi:10.1001/jama.2010.450.

WHO. (2014). Global nutrition targets 2025: stunting policy brief (WHO/NMH/NHD/14.3). Geneva: World Health Organization; 2014.

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.