Fax:(0274) 565639    humas@sardjitohospital.co.id
Germas BLU Berakhlak kars

UPACARA DAN TABUR BUNGA Dr. SARDJITO OLEH EMPAT UPT DI YOGYAKARTA DALAM RANGKA HKN-59

Yogyakarta, tanggal 2 November 2023 di Taman Makam Pahlawan Kusuma Negara Yogyakarta,dilakukan upacara dan tabor bunga dalam rangkaian kegiatan HKN -59. Kegiatan ini diikuti oleh empat UPT yang ada di Yogyakarta terdiri atas RSUP Dr. Sardjito, KKP, BBTKL-PP dan Poltekes Yogyakarta  berkolaborasi menyelenggarakan acara tersebut. Kegiatan yang dimulai pukul 07.00 WIB sebagai pimpinan rombongan adalah dr.Riat El khair, M,Sc, Sp.PK(K) selaku Direktur Layaan Operasional mewakili Direktur Utama, dr Eniarti, M.Sc, Sp.KJ .MMR.  Upacara Tabur Bunga tidak kurang diikuti oleh 150 peserta upacara dari empat UPT tersebut.

Seperti kita ketahui bahwa Prof Dr. Sardjito, Prof. Dr. M. Sardjito, M.D., M.P.H. dilahirkan pada tanggal  13 Agustus 1889, Kabupaten Magetan. Prof. Dr. Sardjito adalah tokoh sentral dalam berdirinya UGM dan menyelamatkan aset pendidikan Kedokteran pada masa perjuangan. M. Sardjito ( “M” yang awalnya dikira singkatan dari Mohammad ternyata singkatan dari “Mas” yang kala itu banyak digunakan juga oleh mahasiswa) menjadi lulusan terbaik STOVIA pada 1923, kemudian bekerja di Laboratorium Pasteur yang merupakan fasilitas penelitian microbacterial untuk kesehatan terbaik di bumi bagian selatan.

Meneruskan Nederland Artsen di universitas terbaik negeri Belanda, Universitas Leiden dengan pembimbing terbaik Dr.Flu untuk desertasinya. Setelah mendapat gelar S3 justru meneruskan studi S2 Kesehatan Masyarakat di Universitas John Hospkins Hospital. Pada pasca proklamasi kemerdekaan beliau diminta untuk mengambil alih Institut Pasteur Bandung dari tangan Jepang yang kemudian “diboyong” ke Klaten karena situasi keamanan dan resiko serangan Belanda dan kemudian menjadi cikal-bakal Fakultas Kedokteran UGM dan melahirkan RSUP Dr. Sardjito.

Kematangan dari usia dan pengalaman sangat tampak selama masa perjuangan itu. Mengedepankan diplomasi dalam menyelesaikan segala hal, semenjak pengambil-alihan Institut Pasteur hingga mencari lokasi untuk pemindahan alat-alat serta seluruh institusi STKRI. Namun demikian perjuangan seperti ini bukannya tanpa resiko, dalam masa agresi rumah beliau yang dijadikan rumah sakit darurat di Sendang Jimbung, Bayat, Klaten sedikitnya mendapatkan 3 kali serangan dengan peluru, granat dan mortir tentara Belanda meskipun beliau beserta istri dan keluarga selalu berhasil menyelamatkan diri.

Pada akhir masa pendudukan Belanda, beliau selaku pimpinan PTKRI beserta beberapa tokoh lain mempersiapkan sebuah universitas yang oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX diminta untuk berlokasi di Yogyakarta. Maka pada akhir 1949 berdirilah Universitas Gadjah Mada yang untuk perkuliahan dipinjami lokasi di daerah Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat.  Prof. Dr. Sardjito memulai karir di UGM sebagai Dekan FK UGM (sebelumnya pimpinan PTKRI sejak 1946) pada usia 60 tahun sekaligus sebagai rektor pertama UGM yang meletakkan dasar-dasar pendidikan tinggi nasional dengan misi menghasilkan lulusan yang nasionalis, patriotik dan berjiwa mengabdi pada kepentingan bangsa dan masyarakat.

Mempunyai basic sebagai peneliti, Prof. Dr. Sardjito menggunakannya dalam masa perjuangan. Contoh yang fenomenal adalah kreatifitas dalam pembuatan vaksin pada masa laboratorium di Klaten. Untuk bahan utama Agar sebagai media utama penanaman bakteri dan virus mendapatkan embargo dari Belanda. Pilihannya adalah membuat bouillon dari daging sapi, tetapi apa daya, karena ekonomi yang sulit serta Klaten yang merupakan kota kecil sangat susah untuk mendapatkan daging sapi segar, untuk menyembelih sendiri tidaklah mungkin karena keterbatasan keuangan. Alternatifnya adalah membuat bouillon dari kacang-kacangan, dimana ilmu ini diperoleh Prof. Sardjito dari R.A. Hadikoesoemo, atasan Sardjito yang memimpin laboratorium Semarang pada masa Jepang. Jadilah tempe sebagai bahan utama bouillon. Dalam segala keterbatasan ini Laboratorium Klaten berhasil membuat beberapa vaksin seperti anti-cacar, anti kholera-tyfus-dysenteri, anti stafilokokus-streptokokus, serum anti-tetanus dan obat batuk untuk berjuta rakyat. Contoh lainnya adalah obat batu ginjal Calcusol, Prof. Sardjito sebagai pemegang paten obat ini memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi karena melarang obat ini dijual dengan harga tinggi demi ketersediaan obat untuk rakyat tidak mampu.

Diluar bidang kesehatan, Prof. Sardjito menjalani hidup dengan kesederhanaan. Beliau juga mempunyai banyak referensi sejarah Indonesia serta kegemaran dalam seni patung dan karawitan. Saat ini sedang diupayakan untuk memperoleh gelar pahlawan nasional bagi beliau agar generasi yang akan datang tidak kehilangan tauladan dalam pengabdian yang tulus namun serius, sederhana namun kaya akan warisan ilmu dan penemuan, memegang identitas lokal namun menjadi manusia internasional.

Prof Sardjito meninggal tanggal 5 Mei 1970 yang dikebumikan Kota Yogyakarta Jl. Kusumanegara, Muja Muju, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta dan kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 2019. Selain melakukan tabor bunga ke pusara Prof Dr. Sardjito rombongan juga melakukan tabor bunga ke pahlawan yang telah gugur seperti Jenderal Soedirman,  Jenderal Oerip Soemaehardjo, Menteri Soepeno,  Siti Alfiah Soedirman,  Prof. Dr. M. Sardjito, dan Dr. Sujono.

Semoga arwah para pahlawan diterima di sisi Alloh SWT Tuhan yang Maha Esa dan  kita dapat meneladani semangat dan perjuangan beliau.

 

 

 

Author Info

Tim Kerja Hukum & Humas

Tim Kerja Hukum dan Hubungan Masyarakat RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

No Comments

Comments are closed.